Minggu, 31 Januari 2010

Linux fedora


Fedora (sebelumnya bernama Fedora Core, terkadang disebut juga dengan Fedora Linux) adalah sebuah distro Linux berbasis RPM dan yum yang dikembangkan oleh Fedora Project yang didukung oleh komunitas pemrogram serta disponsori oleh Red Hat. Nama Fedora berasal dari karakter fedora yang digunakan di logo Red Hat. Pada rilis 1 sampai 6 distro ini bernama Fedora Core yang kemudian berubah menjadi Fedora pada rilis ke-7. Fedora dikenal di dunia Linux sebagai sebuah distro yang menjadi pioneer dalam penggunaan teknologi terkini dan merupakan distro yang digunakan oleh Linus Torvalds.

Proyek Fedora dimulai akhir tahun 2003, ketika Red Hat Linux dihentikan. Red Hat Enterprise Linux menjadi satu-satunya distro resmi Red Hat, sedangkan Fedora menjadi distro masyarakat. Bagi Red Hat, Fedora merupakan ajang percobaan utuk menghasilkan distro Red Hat Enterprise Linux (RHEL) yang stabil, rilis-rilis RHEL dikembangkan dari versi Fedora.

Nama Fedora berasal dari Fedora Linux, relawan proyek yang mengembangkan perangkat lunak tambahan untuk distro Red Hat Linux, dan dari karakteristik fedora (topi kulit) yang digunakan dalam logo Red Hat ("Shadowman"). Fedora Linux akhirnya diserap ke dalam Fedora Project. Fedora adalah merek dagang dari Red Hat, walaupun hal ini pernah disengketakan oleh para pencipta repositori perangkat lunak Fedora, namun masalahnya telah diselesaikan.

OSS (Open Source Software)


"Open Source Software" (OSS), menurut Esther Dyson , didefinisikan sebagai perangkat lunak yang dikembangkan secara gotong-royong tanpa koordinasi resmi, menggunakan kode program (source code) yang tersedia secara bebas, serta didistribusikan melalui internet. Menurut Richard Stallman , budaya gotong royong pengembangan perangkat lunak itu sendiri, telah ada sejak komputer pertama kali dikembangkan. Namun ketika dinilai memiliki nilai komersial, pihak industri perangkat lunak mulai memaksakan konsep mereka perihal kepemilikan perangkan lunak. Dengan dukungan finansial yang kuat -- secara sepihak -- mereka membentuk opini masyarakat bahwa penggunaan perangkat lunak tanpa izin/ lisensi merupakan tindakan kriminal.

Tidak semua pihak menerima konsep kepemilikan tersebut di atas. Richard Stallman beranggapan bahwa perangkat lunak merupakan sesuatu yang seharusnya selalu boleh dimodifikasi. Menyamakan hak cipta perangkat lunak dengan barang cetakan merupakan perampasan kemerdekaan berkreasi. Semenjak pertengahan tahun 1980-an, yang bersangkutan merintis proyek gnu (GNU is Not Unix) -- dengan tujuan memberdayakan kembali para pengguna (users) dengan kebebasan (freedom) menggunakan dan mengembangkan sebuah perangkat lunak. Proyek ini memperkenalkan konsep copyleft yang pada dasarnya mengadopsi prinsip copyright, namun prinsip tersebut digunakan untuk menjamin kebebasan berkreasi. Jaminan tersebut berbentuk pelampiran source code, serta pernyataan bahwa perangkat lunak tersebut boleh dimodifikasi asalkan tetap mengikuti prinsip copyleft. Konsep dari proyek GNU ini lebih dikenal dengan istilah "free software".

Prinsip-prinsip free software tersebut memiliki banyak kesamaan dengan OSS. Namun menurut Richard Stallman , free software lebih menekankan pada hal hakiki yaitu kebebasan mengembangkan perangkat lunak. Sedangkan menurut Eric S. Raymond, OSS lebih menekankan aspek komersial seperti kualitas tinggi, kecanggihan, dan kehandalan. Dengan demikian, konsep OSS diharapkan lebih menarik perhatian pelaku bisnis, investor, dan bahkan para raksasa perangkat lunak. Bahkan Esther Dyson memperkirakan, bahwa raksasa seperti Microsoft pun akan memperhitungkan serta memanfaatkan OSS, seperti halnya mereka memanfaatkan internet.

Konteks pembahasan tulisan ini ialah posisi kelompok negara yang sedang berkembang dalam memanfaatkan OSS. Negara seperti ini terkadang diobok-obok oleh lembaga-lembaga dunia seperti International Monetary Fund dan World Bank dengan penunggangan agenda-agenda lain secara terselubung. Penunggangan tersebut umpamanya berupa pemaksaan sepihak, terhadap pengertian konsep Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI). Dengan demikian, yang secara tidak langsung mereka telah menuduh masyarakat kita sebagai pembajak, pencuri, tidak bermoral, tidak menjunjung nilai etika, dan sejenisnya. Perlu diingatkan bahwa negara kita bukan satu-satunya surga perangkat lunak tidak berlisensi. Hal ini sudah mendarah daging di seluruh Asia. Kita hanya kalah melakukan public relation dalam hal pura-pura aktif melakukan pemberantasan. Bahkan di sebuah negara Asia Tenggara yang konon sudah "maju" dan "beradab", ditemukan perangkat lunak tanpa lisensi secara melimpah ruah.